KEDIRI – Perjalanan 18 tahun itu bukan waktu sebentar. Ada banyak rintangan dan tantangan. Semua harus dilalui. Tidak mudah. Tapi bukan berarti tidak bisa. Seperti pedang, semakin lama ditempa maka semakin bagus dan tajam. Punya nilai tinggi.
Begitulah Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kediri yang kini memasuki usia dewasa. Bertahan karena komitmen bersama memperjuangkan Tri Panji AJI. Organisasi yang didirikan oleh 26 jurnalis se-Karesidenan Kediri pada 1 April 2006 ini terus berkiprah mewarnai jagat raya.
Keberadaannya terus bertumbuh. Tunas-tunas baru bermunculan. Hadir membawa semangat yang sama. Berjuang untuk menegakkan kemerdekaan pers, meningkatkan profesionalisme jurnalis, dan kesejahteraan jurnalis. Pada 2024, anggotanya sudah 54 orang. Tersebar di Kediri Raya, Jombang, dan Nganjuk. Lalu di Tulungagung, Blitar, dan Trenggalek. Kemudian di Madiun, Ngawi, hingga Magetan.
Bertambahnya jumlah anggota di daerah menjadi bekal untuk mewujudkan pers bebas, profesional, dan sejahtera. Serta menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi. Sesuai dengan visi AJI. Sehingga, perjuangan itu tidak dilakukan di satu tempat. Tapi bisa merata di tiap daerah.
Karena itu, di momentum ulang tahun ke-18 ini, AJI Kediri mengangkat tema Menyalakan Semangat Reformasi. Bukan tanpa alasan. Aroma untuk kembali ke masa Orde Baru semakin menyengat. Tampak dari cara-cara pejabat publik yang terus mengkerdilkan peran pers sebagai kontrol sosial.
Tidak hanya upaya mempidanakan jurnalis. Tapi juga melakukan tindakan kekerasan. AJI Indonesia mencatat, ada 89 kasus yang menimpa jurnalis dan media pada 2023 lalu. Angka tersebut tertinggi dalam kurun waktu 10 tahun.
Ada 26 kasus teror, intimidasi, dan ancaman; 18 kasus kekerasan fisik; 14 kasus serangan digital; dan 10 kasus larangan peliputan. Kemudian 7 kasus penghapusan hasil liputan; 5 kasus perampasan/perusakan alat kerja; 5 kasus kekerasan seksual; dan 4 kasus kriminalisasi dan gugatan perdata.
Jumlah kasus tersebut bisa terus bertambah. Pun skalanya semakin meluas. Di daerah, AJI Kediri telah menangani beberapa kasus. Pada 2022, terjadi intimidasi dan tindakan kekerasan yang dilakukan official tim sepakbola. Lalu 2023, penanganan kasus kekerasan seksual. Dan terakhir tahun ini, Aji Kediri mengecam tindakan pelarangan peliputan yang dilakukan KPU Kediri sebagai lembaga penyelenggara pemilihan umum.
Di era digital seperti ini, tantangan itu semakin berat. Merosotnya pemahaman tentang pers menjadi salah satunya. Sekarang, orang bisa mendaku sebagai jurnalis. Hanya bermodal tulisan di website, bisa mengaku wartawan lalu kerjanya menakut-nakuti narasumber. Parahnya, perilaku itu disertakan dengan tindakan pemerasan. Anehnya lagi, mengklaim diri sebagai jurnalis tapi terlibat aktif di partai politik, advokat, hingga Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Padahal jurnalis itu independen. Bebas kepentingan.
Karena itulah, kode etik serta peran dan tujuan pers harus kembali digaungkan agar publik benar-benar memahami produk jurnalistik. Begitu juga dengan adanya upaya untuk meredam kebebasan pers, harus terus dilawan. Membungkam kebebasan pers bertolak belakang dengan semangat reformasi. Karena itu, di ulang tahun ke-18 ini AJI Kediri akan menggelar refleksi. Kegiatan yang diisi dengan sarasehan, buka bersama, serta pentas musik dan puisi ini dilaksanakan di Warung Santoso, Ngronggo, Kota Kediri pada Sabtu (31/3).
Perayaan ulang tahun ini akan menjadi penguat organisasi untuk menyalakan kembali semangat reformasi. Bergerak bersama untuk menjaga kebebasan, demokrasi, kesetaraan, dan keberagaman. Selamat ulang tahun ke-18 AJI Kediri. Panjang umur perjuangan! (*)