KEDIRI – Hawa dingin yang menyergap selepas hujan tak membatasi berbagai kreasi dalam ‘Malam Ekspresi Kebebasan Pers’ yang digelar di aula Universitas Islam Kadiri (Uniska) Kediri, Jumat (20/5/2022) malam.
Kegiatan yang dihelat Aliansi Jurnalis Independent (AJI) Kediri bersama Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) Dewan Kota Kediri dan Fakultas Hukum Uniska ini mendapatkan sambutan antusias.
Sekitar 200 penonton mengikuti perhelatan yang digelar dalam rangka World Press Freedom Day atau Hari Kemerdekaan Pers Internasional.
Mereka menikmati berbagai tampilan musik, puisi, teatrikal, musikalisasi puisi dan pantomim di atas panggung yang berakhir menjelang tengah malam ini.
Diawali dengan penampilan grup musik Amoeba IAIN Kediri. Dilanjutkan pembacaan puisi dan teatrikal. Gusti yang membawakan Sajak Orang Kelaparan karya Rendra.
Disusul penampilan Teater Kanda, Teater Adab, Perjal Pare dan Nono EMJE, dari Teater Merah Putih.. Tampilan teater ini menunjukkan kritik sosial dan keresahan atas penderitaan rakyat serta kemuakan atas sikap elit yang menyalagunakan kekuasaan. Serta sikap otoritarian yang memberangus sikap kritis.
Special performance Sang Saka juga dengan lagu-lagu kritis yang menyentil perilaku koruptif politisi dengan ‘Tampak Merdeka, ‘Janji’ dan ‘Maling Masa Kini’. Ditutup dengan musikalisasi puisi RiantDaffa.
Sebelum acara ini dimulai, digelar doa dan mengheningkan cipta selama satu menit untuk Shiren Abu Akleh, jurnalis Al Jazeera yang meninggal ditembak di Tepi Barat.
Ketua Panitia Aditya Rahmad menyatakan, banyak tantangan yang dialami oleh kalangan aktivis dan pers belakangan ini. Banyak pembungkaman dialami oleh aktivis yang menyuarakan kritik. Tak sedikit jurnalis diperkarakan dan dianiaya karena berita kritis.
“Bersamaan dengan momentum World Press Freedom Day kali ini, terjadi penembakan yang dialami jurnalis Al Jazeera, kita menyadari betapa beratnya tantangan jurnalis yang mencari informasi, dan jurnalis harus dilindungi karena mereka bekerja untuk publik,” kata Aditya.
MoU AJI Kediri dan Fakultas Hukum Uniska
Menyadari pentingnya perlindungan hukum untuk jurnalis ini, AJI Kediri dan Fakultas Hukum Uniska menandatangani Memorandum of Understanding berkaitan dengan advokasi bagi jurnalis.
Secara garis besar, kedua belah pihak sepakat untuk menguatkan advokasi bagi jurnalis, dari edukasi, konsultasi hukum hingga pendampingan perkara.
Ketua AJI Kediri Danu Sukendro mengatakan, perlindungan hukum bagi jurnalis realitasnya masih rentan, meski aktivitas jurnalistik dilindungi oleh Undang Undang nomor 40/1999.
Kran kebebasan pers pasca reformasi ternyata tak bisa berjalan konsisten, karena masih banyak kasus yang seharusnya merupakan sengketa pemberitaan dan diselesaikan dengan UU Pers, justru diselesaikan melalui jalur pidana, dijerat pasal karet KUHP sertta UU ITE. Banyak pihak yang tak memahami kerja jurnalis sehingga kerap terjadi kasus menghalang-halangi kerja jurnalis bahkan kekerasan.
Selama 2021, Aliansi Jurnalis Independen mencatat terdapat 43 kasus kekerasan yang dialami oleh jurnalis. Data Reporters Without Borders (RSF) menunjukkan Indonesia mengalami penurunan indeks kebebasan pers, dari urutan ke-113 pada tahun 2021 tahun 2022 urutan 117.
“Ironis. 24 tahun reformasi, namun kebebasan pers masih terbelenggu bahkan sudah menunjukkan pemberangusan seperti era Orde Baru, namun dengan pola yang lain,” tukas Danu.
Karena itu, Danu berharap MoU dengan FH Uniska ini dapat memperkuat kapasitas advokasi jurnalis sehingga jurnalis bisa memaksimalkkan perannya sebagai fungsi kontrol bagi penguasa.
Sementara itu, Dekan Fakultas Hukum Uniska Dr Zainal Arifin menyatakan dukungannya terhadap perlindungan hukum bagi …